Kisah | Salah satu tokoh perempuan tangguh asal Sulawesi Selatan yang berangkat dari kisah heroiknya adalah Emmy Saelan. Ia memiliki latar belakang seorang perawat yang mengabdikan dirinya dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Melansir dari mediaperawat.id, Sosok Emmy Saelan tersohor di kalangan masyarakat Sulawesi Selatan karena catatan perjuangannya yang sangat tragis. Ia memilih gugur di medan perang dengan jalan yang terhormat.
Emmy juga dikenal sebagai organisatoris, ahli strategi, dan seorang perawat pada zamannya. Emmy Saelan dilahirkan pada 15 Oktober 1924 di Makassar dengan nama aslinya Salmah Soehartini Saelan, sedangkan nama Emmy Saelan hanya sebagai nama panggilan oleh rekan-rekan dan keluarga.
Kariernya mulai naik ketika terjadi insiden kontak senjata antara KNIL dan para pemuda-pemuda Makassar. Dalam insiden-insiden yang sering terjadi antara pemuda dan KNIL itu, mengakibatkan banyak pemuda menjadi korban, luka-luka bahkan sampai meninggal. Adapun para pemuda yang luka-luka tersebut biasanya dibawa ke rumah sakit Stella Maris untuk dirawat, tempat Emmy Saelan bertugas dan mengembangkan kariernya sebagai juru-rawat.
Berawal dari peristiwa tersebut dan situasi yang berkembang pada masanya, membuat Emmy Saelan memulai perjuangannya dengan menggunakan pekerjaannya sebagai juru rawat mengobati para pejuang kemerdekaan, memberikan bantuan obat-obatan, dan perawatan medis. Walaupun Emmy Saelan sangat berhati-hati dan selalu waspada dalam memanfaatkan pekerjaannya, pihak rumah sakit selalu menaruh rasa curiga terhadapnya.
Bukan tanpa sebab, hal itu mengingat perangai Emmy Saelan yang pro-Republik. Kecurigaan itu semakin menguat tatkala terjadi peristiwa penangkapan Gubernur Provinsi Sulawesi Sam Ratulangi.
Dijuluki onrus-tstoker (orang yang tidak pernah istirahat dan yang selalu membuat penjajah gelisah) dan menjadi buronan tentara Belanda.
Dilansir dari IDN Times Sulsel bahwa saat pihak sekutu mengambil alih administrasi pemerintahan wilayah pendudukan Jepang, Emmy masih bekerja sebagai perawat. Ia turut mendengar kabar proklamasi kemerdekaan dan pengangkatan Sam Ratulangi sebagai Gubernur Sulawesi.
Di sela-sela jadwal padat mengurus pasien, ia pula yang bereaksi sangat keras saat tahu Belanda hendak merusak kemerdekaan Indonesia. Emmy sepakat dengan para pemuda di Makassar saat itu bahwa Republik yang baru berdiri tak ingin terjerumus ke dalam kolonialisme sekali lagi.
Saat Sam Ratulangi ditangkap oleh Belanda pada 5 April 1946, Emmy bersama rekan-rekan perawat mengorganisir aksi mogok mengecam tindakan tersebut.
Kegiatan “revolusioner” Emmy tak berhenti sampai di situ. Ia kerap menyelundupkan obat-obatan dan peralatan medis ke daerah basis pejuang.
Atas segala aktivitas oposannya, reputasi Emmy di kalangan intelijen dan tentara Belanda tak lagi hanya sekadar perawat biasa. Ia dijuluki sebagai onrust-stoker atau si pembuat onar. Namanya masuk dalam daftar buronan paling dicari oleh tentara Belanda.
Berdasarkan lansiran publikasi dari Bahri, Bustan dan Andi Dewi Riang Tati yang bertajuk Emmy Saelan: Nursing Struggle (Perjuangan Perawat) (2020) Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi (LAPRIS) yang berpusat di Polobangkeng Takalar, di bawah pimpinan Makkaraeng Dg. Mandjarungi. Emmy Saelan terpilih secara aklamasi sebagai Kepala Bagian Kepalangmerahan dalam organisasi LAPRIS. Di dalam organisasi kelaskaran LAPRIS, Emmy Saelan ditempatkan dalam posisi bagian Palang Merah.
Penempatan Emmy Saelan dalam organisasi kelasakaran LAPRIS pada bagian palang merah adalah pilihan yang sangat tepat, mengingat Emmy Saelan pernah menjadi juru-rawat dirumah sakit Stella Maris.
Posisi Emmy Saelan tersebut tidaklah berarti tugasnya hanya merawat para anggota pejuang yang terluka atau sakit, tetapi lebih jauh lagi. Bahkan, mengangkat senjata sejajar dengan kaum pria lainnya guna mengusir penjajah.
Emmy Saelan juga diketahui dekat dengan Wolter Monginsidi dalam Organisasi Gerilya Harimau Indonesia.
Melansir dari situs Berdikari Online menyebutkan kedekatannya dengan Wolter Monginsidi bermula karena sama-sama bersekolah di SMP Nasional. Dari sekolah tersebut, Wolter Monginsidi bersama pejuang lainnya, termasuk Emmy Saelan, membentuk organisasi Gerilya “Harimau Indonesia”. Perkumpulan ini dikenal sebagai pengganggu oleh penjajah Belanda.
Pemberontakan sering dilakukan oleh Emmy Saelan, terlebih ketika ia bekerja di rumah sakit Stella Maris milik Belanda. Ia sering kali membantu para tawanan dari segi medis maupun membantu mereka melarikan diri. Ketika itu, ia dipindahkan ke rumah sakit lain namun Emmy tak nyaman. Maka ia memutuskan untuk berhenti dan menjadi seorang yang melawan Belanda secara nyata.
LAPRIS dikomandoi oleh Ranggong Daeng Romo. Setelah itu, Emmy bergabung dengan Harimau Indonesia. Perampasan senjata, pelucutan, hingga penyergapan pasukan Belanda sering digencarkan oleh Laskar Harimau.
Bagi Belanda, perlawanan seperti ini sangat mengancam kedudukan mereka. Maka dari itu, Belanda mendatangkan pasukan lagi yang dipimpin oleh Westerling yang dikenal sangat kejam. Berbagai strategi yang dilakukan Westerling membuat para pejuang Harimau Indonesia terdesak.
Menurut situs metanoiac.id, tibalah suatu malam pasukan Monginsidi dan Emmy Saelan berpisah akibat kepungan Belanda. Saat itu, Emmy memimpin kurang lebih empat puluh orang dengan senjata seadanya.
Semangatnya tak surut meski dipaksa mundur oleh Belanda. Pada keesokan harinya, 21 Januari 1947 beberapa pasukan dari LAPRIS berhasil ditangkap dan menjadi tawanan. Di satu sisi yang lain, posisi Emmy Saelan terkepung oleh KNIL/NICA.
Di dalam peristiwa tersebut, Emmy Saelan gugur bersama para tentara KNIL/NICA yang mengepungnya. Sampai akhir, ia tetap melawan meski pasukannya berguguran menyisakan dirinya. Dengan granat tersisa di tangan, ia melemparkannya ke pasukan Belanda.
Namun, saat itu ia juga ikut gugur bersama pasukan Belanda. Darah juangnya pun seketika menggelora merubah haluan perjuangannya menjadi perawat yang berjuang di palagan. Ia gugur di usia 27 tahun setelah meledakkan diri dengan granat di tengah pasukan tentara NICA (Belanda).
Emmy Saelan dianugerahi pahlawan nasional dan diabadikan dalam monumen Emmy Saelan.
Guna mengenang perjuangan sang perempuan tangguh, pada 6 November 1973, ia diangkat sebagai pahlawan nasional dengan Surat Keputusan Presiden Nomor 087/TK/1973. Untuk mengenang kepahlawanannya, jalan yang sering dilalui Emmy ketika bergerilya diabadikan dengan dibangunnya Monumen Emmy Saelan.
Monumen ini terletak di Kota Makasar di Jalan Toddopuli. Patriotisme dan nasionalisme seorang Emmy Saelan dalam perjuangannya mempertahankan kemerdekaan di Sulawesi Selatan dapat menjadi tauladan bagi generasi muda penerus negeri ini.