Palopo | Adanya pungutan biaya cetak sertifikat kompetensi (serkom) dengan nominal yang besar oleh salah satu kampus kesehatan yang mengelola program studi profesi Ners di kota Palopo, Sulawesi Selatan membuat sejumlah ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) geram.
Pasalnya pungutan tersebut tidak berdasar dan sangat memberatkan perawat yang merupakan lulusan dari kampus tersebut.
Ketua DPD PPNI Luwu Timur, Muhlis Katili mengatakan bahwa apa yang dilakukan kampus tersebut merupakan hal yang tidak berdasarkan karena yang memperjuangkan kelulusan perawat saat uji kompetensi retaker adalah PPNI
“PPNI yang berdarah-darah berjuang untuk kelulusan perawat, tapi kampus yang tidak terlibat malah mau mengambil keuntungan besar dari perjuangan itu”. Ucap Muhlis. Minggu (22/8)
Ketua PPNI Luwu Utara, Dewi Rosiana juga angkat bicara, ia menekankan bahwa tidak manusiawi dimasa pandemi seperti saat ini masih ada pungutan kejam kepada perawat yang menjadi garda terdepan di unit pelayanan kesehatan.
“Kampus lain tidak membebani perawat lulusannya, tapi kampus ini awalnya mematok biaya cetak serkom 600rb, saat protes mencuat ke publik masih dipungut 100rb dan itu masih terlalu besar”. Ucap Dewi sapaan akrabnya
Ketua Perawat Milenial Indonesia (PM Indonesia), Ulul Asmy mengatakan bahwa jika pungutan masih sebesar itu, pihaknya mendesak DPW PPNI Sulsel untuk mengeluarkan edaran ke 24 DPD PPNI di Sulsel dan seluruh Badan Kelengkapan PPNI yang ada di Sulsel untuk menghentikan dan tidak melakukan kerjasama dalam bentuk apapun kepada kampus yang tidak memiliki hati nurani kepada perawat.
“Ada 2 hal yang kami tuntut ke DPW PPNI Sulsel. Pertama, jangan lagi melayani administrasi kampus nakal tersebut, termasuk pelaksanaan sumpah profesi. Kedua, PPNI tidak lagi mengakomodir lulusan kampus tersebut pada uji kompetensi retaker periode 2”. Tegas Ulul
Ia melanjutkan, “Karena jika yang begini dibiarkan kedepannya akan menular ke kampus lain dan itu sangat membebani perawat”. Tutup Ulul (Dom)