Penulis : Dr. H. Ismail, S.Kep, Ns, M.Kes
Sekretaris DPW PPNI Provinsi Sulawesi Selatan
Dosen Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Makassar
OPINI | Seiring dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, penerbitan Surat Tanda Registrasi (STR) seumur bagi tenaga kesehatan dan masyarakat telah menjadi perdebatan hangat di ruang publik. Proses penerbitan STR seumur ini dianggap sebagai langkah strategis untuk meningkatkan kesejahteraan tenaga kesehatan serta mendukung profesionalisme dalam pelayanan kesehatan.
Salah satu untungnya adalah memberikan kepastian hukum bagi tenaga kesehatan. Dengan memiliki STR seumur hidup, tenaga kesehatan dapat bekerja tanpa khawatir tentang masa berlaku registrasinya. Hal ini dapat menciptakan rasa nyaman dan fokus pada pelayanan kesehatan yang optimal tanpa terbebani dengan pembaruan registrasi berkala.
Namun, di sisi lain, terdapat kerugian terkait kecenderungan stagnasi profesionalisme. Dengan STR seumur hidup, tenaga kesehatan mungkin kurang termotivasi untuk terus mengembangkan keterampilan dan pengetahuannya. Oleh karena itu, perlu adanya mekanisme evaluasi berkala atau pelatihan lanjutan agar tetap terjadi peningkatan kompetensi dan mutu pelayanan.
Pemberian STR seumur juga dapat memberikan keleluasaan bagi tenaga kesehatan untuk berpindah-pindah tempat kerja tanpa harus memikirkan masalah perpanjangan registrasi. Ini dapat memberikan dampak positif dalam peningkatan mobilitas tenaga kesehatan, namun juga menimbulkan risiko kekurangan tenaga kesehatan di daerah tertentu.
Bagi masyarakat, keberadaan STR seumur dapat memberikan kepercayaan bahwa tenaga kesehatan yang mereka temui telah melewati proses registrasi yang ketat dan memenuhi standar kompetensi. Namun, dalam jangka panjang, apakah STR seumur ini dapat menjamin kualitas pelayanan kesehatan yang berkelanjutan masih menjadi pertanyaan yang perlu dijawab.
Sebagai suatu kebijakan, penentuan untung dan rugi dari pemberian STR seumur bagi tenaga kesehatan dan masyarakat memerlukan tinjauan mendalam. Pengelolaan risiko terkait stagnasi profesionalisme dan mobilitas tenaga kesehatan perlu diperhatikan secara cermat. Keberlanjutan kualitas pelayanan kesehatan menjadi poin kritis yang harus dijaga melalui berbagai mekanisme evaluasi dan pengembangan kompetensi. Dalam merancang kebijakan ini, perlu adanya keterlibatan semua pihak terkait, termasuk tenaga kesehatan, masyarakat, serta pihak kebijakan dan regulasi, untuk memastikan implementasi yang efektif dan berkelanjutan.